TENTANG FASHĀḤAH
Fashāḥah menurut
lughat/bahasa, ialah perkataan yang jelas. Sedangkan menurut istilah, hal ini
berbeda tergantung penggunaannya, yaitu:
1. Fashāḥah-kalimah atau fashāḥah-mufrad (fasih berkata).
2. Fashāḥah-kalām (susunan
perkataannya).
3. Fashāḥah-mutakallim, sebagaimana
yang akan diterangkan in sya’ Allah.
I.
FASHĀḤAT-UL-KALIMAH, IALAH:
فَصَاحَةُ الْمُفْرَدِ أَنْ
يَخْلُصَ مِنْ تَنَافُرٍ غَرَابِةٍ خُلْقٍ
زُكِنْ
Artinya:
“Adapun fashāḥat-ul-mufrad (kalimah), ialah kalimat itu harus
memenuhi syarat 3 (tiga):
1. Urutan kalimah
harus tidak Tanāfur (kalimat yang sukar
diucapkan).
2. Harus bersih
dari sifat Gharābah (kalimat yang sukar
artinya).
3. Tidak menyalahi
kaidah hukum kalimat (kaidah Nahwu atau Sharaf).
Adapun
contoh-contohnya sebagai berikut:
a. Contoh Tanāfur, seperti: (الْهُعْخُعُ) =
tumbuh-tumbuhan yang hitam.
Kalimat itu
disebut Tanāfur, karena bergandengan antara hā’ besar dan ‘ain.
b. Contoh Gharābah, seperti kata orang Badui:
مَا لَكُمْ تَكَأْكَأْتُمْ عَلَيَّ
كَتَكَأْكَئِكُمْ عَلَى ذِيْ جَنَّةٍ إِفْرَنْقِعُوْا
Artinya:
“Apakah maksud kamu sekalian berkumpul di sini seperti terhadap
orang gila, silakan kamu sekalian ke sana (bubar).”
Kalimat (تَكَأْكَأْتُمْ) dan
(إِفْرَنْقِعُوْا) itu disebut Gharābah sebab
sukar artinya, karena itu tidak dapat disebut fashāḥah.
c. Contoh
yang menyalahi kaidah Nahwu atau Sharaf, seperti:
الْحَمْدُ للهِ الْعَلِيِّ الْأَجْلَلِ
الْوَاحِدِ الْفَرْدِ الْقَدِيْمِ الْأَوَّلِ
Artinya:
“Segala puji bagi Allah Dzat Yang Maha Mulia, Yang Maha Agung, Yang
Maha Esa, Yang Tunggal, Yang Qadim dan Yang Pertama.”
Kalimat (الْأَجْلَلِ) ini
tidak fashāḥah, karena huruf dua yang sama makhraj-nya itu bila terkumpul pada satu kalimah, harus
di-idghām-kan, jadi seharusnya (الْأَجَلِّ).
II. FASHĀḤAT-UL-KALĀM.
وَ فِي الْكَلَامِ مِنْ
تَنَافُرِ الْكَلِمْ وَ ضَعْفُ تَأْلِيْفٍ وَ تَعْقِيْدٍ سَلِمْ
Artinya:
“Fashāḥat-ul-kalām yaitu harus selamat dari kalimat-kalimat yang
Tanāfur, lemah susunannya dan dari ta‘qīd.”
Maksudnya: Fashāḥat-ul-kalām, yaitu kalām yang selamat dari:
1. Susunan
kalimat yang Tanāfur, contoh seperti:
وَ قَبْرُ حَرْبٍ بِمَكَانِ
قَفْرٍ وَ لَيْسَ قُرْبَ قَبْرِ حَرْبٍ
قَبْرٌ
Artinya:
“Kuburan musuh harus di tempat yang sunyi dan tiada kuburan lain
dekat kuburan itu.”
Susunan kalimat tersebut di atas, dianggap
berat mengucapkannya, karena beberapa kalimah yang hampir sama hurufnya
berkumpul.
2. Dari susunan kalimat yang dha‘īf-ta’līf, yaitu lemah, karena menyalahi kaidah
ilmu Nahwu atau Sharaf, seperti ada dhamir sebelum menyebutkan marji’nya baik
berupa lafadz atau makna:
(نَصَرَ أَخُوْهُ عَمْرًا)
seharusnya (نَصرَ عَمْرًا أَخُوْهُ) kecuali (نَصَرَ عَمْرٌو أَخَاهُ) atau (نَصَرَ أَخَاهُ عَمْرٌو) ini boleh, karena ada dhamīrpada maf‘ūl yang kembali kepada fā‘il.
3. Dari Ta‘qīd, sedangkan Ta‘qīd terbagi
menjadi dua, yaitu:
a. Ta‘qīd lafzhi, yaitu zhāhir kalimatnya tidak menunjukkan tujuannya,
karena susunan kalimatnya cacat, seperti sya‘ir:
وَ مَا مِثْلُهُ فِي النَّاسِ
إِلَّا مُمَلَّكًا أَبُوْ
أُمِّهِ حَيٌّ أَبُوْهُ يُقَارِبُهُ
asal tarkibnya:
وَ مَا مِثْلُهُ فِي النَّاسِ
حَيٌّ يُقَارِبُهُ إِلَّا مُمَلَّكًا أَبُوْ
أُمِّهِ أَبُوْهُ
Artinya:
“Tiada seorangpun yang menyerupainya, kecuali raja yang bapak
ibunya masih hidup, yaitu bapaknya (Ibrāhīm) yang menyerupai dia.”
b. Ta‘qīd ma‘nawī, seperti
sya‘ir:
سَأَطْلُبُ بَعْدَ الدَّارِ
عَنْكُمْ لِتَقْرَبُوْا وَ تَسْكُبُ عَيْنَايَ الدُّمُوْعَ لِتَجْمُدَا
Artinya:
“Aku akan mencari tempat yang jauh dari kamu sekalian, agar kamu
dekat denganku dan supaya kedua mataku mencucurkan air mata, kemudian menjadi
keras.”
III. Fashāḥat-ul-mutakallim.
وَ ذِي الْكَلَامِ صِفَةٌ بِهَا
يَطِيْقْ تَأْدِيَةُ الْمَقْصُوْدِ
بِاللَّفْظِ الْأَنِيْقْ
Artinya:
“Fashāḥat-ul-mutakallim, yaitu sifat melekat bagi mutakallim yang
dengan sifat itu, ia dapat menyampaikan maksudnya dengan ucapan yang fashahah
(baik).”
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan